Kuroineko Exam Student
Jumlah posting : 17 Join date : 2013-11-26
| Subject: Shizen Academy Thu Nov 28, 2013 1:48 pm | |
| Shizen Academy, sebuah sekolah sihir yang terletak di bagian barat Tokyo, Jepang. Sekolah ini menampung para murid yang mempunyai bakat sihir, dan tentunya harus memenuhi 1 syarat untuk memasukki sekolah ini. Ya, keahlian fisik, tentunya. Di sekolah ini ada 3 tingkatan. Satu, New Magician. Dua, Special Magician. Tiga, Genius Magician. Tentunya sangat sulit untuk mendapatkan peringkat dua dan tiga, karena butuh bertahun-tahun hanya untuk menggapai peringkat tersebut. Tapi, apa jadinya jika ada seorang murid yang bahkan tak tahu menahu tentang sihir, bisa mendapatkan peringkat Genius Magician? Yah, kita lihat saja nanti. === Setting: Gerbang Shizen Academy Seorang pemuda berambut biru nampak memegang erat pedang kayu yang berada di punggungnya, dan sedang mengunyah permen karet. Di tengah-tengah mengunyah permen karet, dia melihat seorang pemuda berambut hitam, berlari melewatinya. Karena terkejut atas keberadaan pemuda itu, spontan dia langsung mengeluarkan pedang kayunya dari sarung pedang itu, kemudian menodongkannya ke arah pemuda tersebut. " Akabane Koujirou! Si murid tahun petama! Apa yang kau fikirkan, sampai terlambat seperti ini!? " Teriak pemuda berambut biru yang bernama Ikuro Saijuro tersebut. Pemuda berambut hitam bernama Akabane Koujirou tersebut menoleh. " Kau ini bodoh atau apa? Aku ini sibuk, tahu! Tahu apa artinya sibuk? " Bentak Akabane seraya mengangkat tangannya setinggi pinggang. Ikuro langsung mengerutkan alisnya, dan makin mendekatkan pedangnya ke arah jantung Akabane. " Kau... Sekali lagi berkata seperti itu, jantungmu akan kuambil! " Ancam Ikuro seraya menempelkan ujung pedangnya di dada kiri Akabane, sambil menatap sinis Akabane. Akabane lalu memasang wajah terkekeh-kekeh. " Heh, terserah kau sajalah, yang penting aku tidak salah, " Ucap Akabane sambil menatap santai Ikuro. " Dan kalau kau membunuhku, itu berarti kau kehilangan satu rekan terbaikmu, yang pernah bekerja untukmu. " Karena omongan barusan, Ikuro menancapkan pedangnya tepat pada jantung Akabane. Namun terlambat, Akabane langsung menghindar dengan melompat. " Dan kau kira fisikku sebegitu lemahnya, sampai-sampai kau menusukkan pedang kayumu ke jantungku? " Ejek Akabane. Dengan alis mengkerut, Ikuro mengembalikan pedangnya ke dalam sarungnya. " Huh, cepatlah masuk ke kelasmu, jika kau terlambat lagi, akan kuhukum kau dengan mencabik-cabikmu, dan memenuhi lapangan ini dengan warna merah kesukaanku " Ancamnya sambil menghela nafas. Akabane hanya mencibir sambil mengangguk, kemudian melalui Ikuro dan melangkah menuju pintu kayu oak, dengan plat yang tergantung, bertuliskan " Class 1 ". Akabane membuka pintu, seraya melangkahkan kaki. Hening, yang ada hanya murid yang membatu, dengan sang guru yang menghentakkan kakinya ke lantai dan melipat tangannya setinggi dada. " Emm.. E-Etoo.. Maaf, Sensei. " Keluh Akabane. " Huh! Kenapa kau selalu terlambat. Sebagai hukuman, kau harus merangkum materi-materi yang dipelajari hari ini, dan serahkan kepada Sensei ketika waktunya jam pelajaran tambahan! Ingat itu! " Bentak orang yang dipanggil oleh Akabane dengan sebutan 'Sensei' itu. " Izvinite, Uchitel, moy pokonyy* " Ucap Akabane seraya mengambil bangku yang masih kosong di sisi kanan kelas. " AKABANE! Tunggu sebentar. Ini bukan waktunya pelajaran Bahasa Rusia, tolong jangan berbicara dalam bahasa Rusia! " Bentak Sensei. Akabane hanya mengangguk malas seraya menguap lebar-lebar. " Huh, dasar Akabane. Sebagai hukuman karena telah melecehkan Sensei, yang lainnya tak usah belajar! Hanya Akabane yang harus belajar! " Bentak Sensei. Akabane mencibir, menempelkan dagunya di meja, kemudian mengambil buku tulisnya seraya menempelkan wajahnya di buku tulis itu. " Come on, Sensei, tolong jangan bercanda lagi di depanku. " Keluhnya sambil membicarakannya keras - keras. Tiba-tiba, seisi kelas hening kembali, dan menampakkan seorang guru sudah berada di samping Akabane malang. " Lanjutkan apa yang kau bicarakan tadi. Lanjutkan saja, tak ada yang peduli. " Ucap sang guru dengan marah, kemudian melipat tangannya setinggi dada, dan menghentakkan kakinya ke ubin berkali-kali. " Emm.. Etoo.. Gomenna, sensei. " PLAK! Sebuah jotosan baru saja mendarat di pipi kirinya. Sensei itu menghentakkan kakinya dengan keras. " Se- Selama ini.. Padahal aku.. Selalu mengajarimu dengan serius! Tapi- tapi kau.. " Bentak Sensei. Akabane membulatkan matanya. Dia tahu apa sanksi yang akan diberikan oleh Sensei iblis ini jika dia melanggar aturan. Oke, saatnya mempersiapkan hati. " Apakah sensei tak tahu kasihan padaku, yang harus mengusir 'itu'!? Sensei, kau betul-betul tak punya rasa kasihan! " Bentak Akabane. Sensei itu terdiam, kemudian keluar ruangan. Semua murid ikut terdiam, tapi tiba-tiba langsung 'ricuh'. " Wo-Wow!! Kau berhasil mengalahkan sang guru iblis!! Hebat!! " Seru seorang murid seraya menunjuk ke arah Akabane. " Mulai hari ini, dia jadi pahlawan di kelas kita! " Seru seseorang lagi. Pokoknya, keadaan kelas kali ini sangat BERISIK. " Maaf, kawan-kawan?? Sepertinya kalian salah sangka. Justru sisi baikku yang menyelamatkan kalian, bukan aku... Aku ini manusia buruk sikap. Yaa.. Dan setidaknya, well, itu menyelamatkan kalian. " Sela Akabane. " A-Arigatou Gozaimasu!! Kau telah menyelamatkan kami!! " Teriak seorang murid. " Hahah... Yeah, Douita. Bukankah sudah kubilang, sikap baikku yang menyelamatkan kalian? " Balas Akabane. Sebuah tangan menjotos bahu kiri Akabane. " Kau seperti psikologis saja, jelas-jelas dirimu yang menyelamatkan kami! " Sela orang yang menjotos Akabane tadi. " Heh, Teme, sakit tau " Keluh Akabane seraya memegang bahu kirinya, dan menoleh ke arah orang yang menjotos bahunya barusan. Ternyata itu adalah seorang murid pindahan Amerika yang kebetulan sudah tinggal di Jepang selama 3 tahun; Rivaille. Dia juga termasuk sahabat Akabane. " Heh, Riva aka Levi. Gimana nasib Ral? " Ucap Akabane ngawur. " Heee.. Ral, ya? Well, she's busy as ever, " Balas Levi memakai bahasa Inggris. " Ada apa nih? Kamu naksir sama dia, ya? Sayang sekali, dia milikku " Lanjut Levi. Orang yang dimaksud adalah Petra Ral, juru masak di kastil Levi. Levi adalah keluarga kerajaan Rivaille, wajar dia memiliki status "Pangeran". " Omong-omong, nasib Motochika gimana? Adikmu itu. " " Urusai, " Sela Akabane. " Toh, kau tak punya relasi dengannya. " Lanjut Akabane. " Cieee.. Kenapa, nih? Cemburu, ya? " Goda Levi. " Urusai. " Sela Akabane dengan nada datar. " Gak ada hubungannya denganmu, kan? " Lanjut Akabane sambil menopang dagunya memakai tangan kanannya, kemudian menatap malas Levi. " Cih, kau membosankan, " Sela Levi. " Biarlah, sudah lama aku tak dipanggil seperti itu. Arigato. " Balas Akabane ngawur. Levi menatap Akabane datar. " Maksudmu? " Tanyanya. " Aku dijuluki orang membosankan pada saat kelas 5, dan panggilanmu barusan membuatku tersanjung. " Balas Akabane. " Heh, you are a weird man, bro " Ejek Levi memakai bahasa Inggris. To be continued.. | |
|