Class 1: Latin Class

First topic message reminder :

Senin, 24 September, 07:00

Nampak semua murid kelas 0 sibuk dengan kegiatannya sendiri, misalnya bermain-main, membaca buku, dan kegiatan lainnya. Jam masuk adalah jam 07:29, dan mereka masih punya 29 menit untuk bermain-main. Sesosok pemuda berambut coklat dan berbadan tegap membuka pintu kelas 0. Pintu itu berdecit, jadi pemuda itu membukanya dengan perlahan. Pemuda itu mengambil bangku tepat di belakang gadis berambut pink yang kelihatan kalem. Pemuda bernama Akuro ini melipat tangannya di meja, dan membenamkan wajahnya, menatap lantai. Tidak ada seorangpun yang memerdulikannya, hanya karena kelas ini kebanyakan dihuni oleh perempuan. Perempuan adalah-Kelemahan terdalam Akuro.

OOT: Ayo, silakan, yang mau nge-RP, bebas kok, mau duduknya dimana, trus lagi ngapain..

Satu hal yang terbesit dalam benak Raven: ia benci gadis itu.

Sungguh, rasanya ia malas meladeni gadis serba sok macam yang berada di sebelah sana. Tidak ada yang patut dibenarkan dan disalahkan, keduanya memang salah. Gadis itu salah karena menyulut api emosi sang gitaris muda, Raven juga salah karena mau-maunya ikut terpancing amarah. Tetapi tujuannya semula datang ke kelas kan untuk belajar, bukan untuk bertengkar atas hal sepele—walau harga diri yang dipertaruhkan itu sepertinya bukan perkara gampang. Gadis itu datang kemari untuk menuntut ilmu, bukan untuk menuntut masalah.

Menghela nafas cukup panjang, Raven berusaha untuk mengendalikan emosinya. Sudah jauh-jauh dari Eropa utara; sang gitaris rock tidak hadir demi membuat musuh. Namun entahlah, gadis itu berbeda, begitu menyebalkan sampai-sampai rasanya Raven harus membuatnya mendengar suara gitar listrik berefek dengan volume maksimum dalam ruangan tertutup, melodi yang akan menyiksa gendang pendengarannya sampai ia ingin muntah. Pernah sekali ia melakukannya terhadap salah satu anti-fansnya di Belanda dan percayalah, kau tak akan mau tahu berapa tagihan rumah sakit yang diperlukan untuk menyembuhkan indra fatal satu itu.

Tolong, Raven, kau juga salah tadi.

Melirik arloji yang melekat di karpusnya, ekspresinya terlihat lega. Ia bisa kabur dari perseteruan konyol itu ketika sang guru datang nanti, lalu berusaha untuk melupakan segala hal bodoh yang terjadi barusan. Itu nggak banget; bukan sesuatu yang ingin kau tulis dalam buku harianmu. Atlasnya kembali bergerak, kali ini diikuti dengan gerakan pinggangnya yang menghadap ke arah belakang. "Big bro, aku sudah mencari chord yang cocok untuk verse kedua lagu yang kita buat kemarin. Ada sedikit perubahan di birama keempat, see, soalnya melodinya bakal main setelah itu."

Setidaknya, mengalihkan pembicaraan adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan untuk saat ini.

Huh, andaikan saja Hitsuke tak menegurnya, dia pasti bisa bermain-main dengan gadis itu. Eh- Tapi, kasihan juga gadis itu, sih, Eh- Tapi gimana bilangnya, ya... Apakah dengan mengulurkan tangan dan berjabat tangan, itu sudah cukup? Tidak, tidak, tidak, tidak, dan tidak. Minori, tenangkan pikiranmu, kau pasti bisa mencari cara lain untuk minta maaf. Oke, oke, sudah diputuskan, dia akan meminta maaf dengan caranya sendiri.

Current time: 07:28

Sedikit kaget ketika menoleh ke arah jam arlojinya, kemudian tak memerdulikannya dan mengeluarkan pensil dan buku tulis Latin. Dia merobek kertas dari buku Latin-nya, kemudian menuliskan 'Je suis désolé¹' di kertas itu. Dia melumatnya, kemudian melemparkannya ke meja gadis itu. Tapi mungkin gadis itu tak bisa bahasa Perancis- Itulah keuntungannya. Minori mengincar persaingan- Dan dia memang suka persaingan. "cum ego non attractiva statim excusatus²," Pikirnya sambil tersenyum kecil. "Dan aku tak ingin minta maaf padanya, walaupun dia meminta maaf kepadaku" Lanjutnya berpikir sambil tersenyum kecil, dan terkagum-kagum.

OOT:

1: Aku minta maaf (dalam bahasa Perancis),

2: Tidak menarik bila aku langsung meminta maaf (dalam bahasa Latin)

Duh, Hearte ngantuk banget deh. Habisnya, ia harus mengerjakan tugas Kimia yang menumpuk karena sering ditunda sampai larut malam. Kedua kelopak matanya terasa seperti dijahit-jahit, kepalanya pusing sampai-sampai tak begitu memperhatikan apa yang terjadi di sebelah sana. Sopran bersahut-sahutan membuat otaknya makin pening, membuatnya harus berkali-kali menutup telinganya agar suara itu nggak menyiksa.

Lazulinya bergulir, menatap sosok berambut kecoklatan yang memasuki ruangan, lalu nyangkut begitu saja di sana. Wajahnya begitu familiar, rasanya ia pernah melihat orang itu--nggak, lebih tepatnya bertatap muka dengannya. Mengucek kedua matanya karena mungkin rasa kantuk mengalahkan rasionalitasnya, tapi bukan itu masalahnya. Ya sudahlah, ntar juga inget kalau udah tidur.

Mengambil buku bahasa Latinnya lalu meletakkannya di atas meja sembari menyandarkan dirinya pada bangku. "Guru, cepatlah datang. Hearte ngantuk..."

Sedikit kaget mendengar suara pintu oak itu berdecit kembali, menandakan bahwa sesosok murid baru saja masuk ke dalam kelas. Menampakkan sosok berambut pink yang nampak babak belur, langsung menyandarkan dirinya di kursi. Alis coklatnya mengkerut heran, yang membuatnya dengan tanpa sadar menghampiri gadis itu.

Belum masalahnya dengan Raven selesai, pasti dalam hitungan menit, dia akan membuat masalah lagi.

"Ehm, hai." Sapanya lembut kepada gadis itu. "Siapa namamu?" Tanyanya seraya tersenyum kecil. Alisnya masih nampak mengkerut, mungkin karena heran dengan tampang gadis itu.

Current time: 07:29

Teng, teng, teng, teng, teng.

Sebuah suara yang pasti dikenal oleh murid-murid Midnight Academy, lonceng masuk, dan kelas Latin dimulai. Sungguh hal yang parah- Jika dia ketahuan sedang bertengkar dengan Raven di hadapan guru, dan dibawa ke hadapan kepala sekolah. Eh, Minori, apakah kau melupakan 1 hal? Kekuatanmu cukup berbahaya; dan kau bilang kau tidak takut para pejabat di sekolah. Tapi; Minori, kepala sekolah pasti akan mengalahkanmu dengan cambuk angin-nya itu. Hahaha. Pertama kali dalam sejarah; Minori Minoguchi kalah dengan keadaan tubuh lebam-lebam dan kekuatannya tak bisa digunakan lagi.

"Nanti kita bicara lagi," Ucapnya pelan pada gadis itu, sambil berjalan pelan menuju bangkunya. Satu hal yang pasti; Guru akan datang beberapa detik lagi, dan itu mungkin. Segera mengeluarkan buku kamus Latin tebal yang dibawanya, seraya menatap arlojinya. 07:29. "Cool, aku pasti akan mengalahkan guru itu; jika aku ketahuan berkelahi dengan Raven. Aku memang jenius; betapa jeniusnya aku sampai aku merencanakan hal buruk macam ini. Dan ini berarti pertanda bahwa aku ini yandere; ataupun 'The Killer'." Pikirnya kagum, sambil mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di meja belajarnya. Membalik-balik kamus Latin-nya seraya menatap kamus itu dengan raut malas.

"Im 'certus iens ut occiderem te,¹" Gumamnya pelan seraya tersenyum sinis.

[offtopic]1 = aku pasti akan membunuhmu[/offtopic]

Seorang wanita berambut biru kemudaan berjalan dari ruangan guru, melirik arlojinya serta tersenyum gembira. Kelas 0, kelas yang dipimpinnya. Tahun ajaran baru dimulai hari ini; dan mungkin dia gembira karena itu. Hak tingginya menyebabkan bunyi hentakan yang menggema di koridor; mungkin karena koridor itu sepi.

Aah, tidak juga, kok.

Hak tingginya mendadak berhenti menghentakkan dirinya di lantai keramik bersih itu ketika tiba di depan pintu oak raksasa. Wanita yang ternyata guru kelas 0 ini menempelkan daun telinganya di pintu untuk mendengar apakah murid-murid masih heboh seheboh sewaktu jam istirahat ataupun jam pagi; dan ternyata tidak. Kelas hening, sangat hening, pasti murid murid bersemangat untuk belajar pagi ini. Memutar gagang pintu silver itu dengan perlahan, sampai pintu tersebut benar-benar terbuka. Semua murid nampak membatu di kursinya masing-masing, dan dia tersenyum cerah bak matahari bersinar.

Menepuk tangannya, kemudian memulai pelajaran, membalik-balik buku Latin yang sedari tadi dikapitnya di ketiak kirinya. "Salve! Nomen meum Ito, magister hie ego Latin. Lingua enim se inferre volentibus Latin, placere prodire!^*" Ucapnya memperkenalkan diri dalam bahasa Latin, kemudian menyuruh seorang murid untuk memperkenalkan dirinya dalam bahasa Latin.

* : Halo! Namaku Ito, aku guru Latin disini. Bila ada yang ingin memperkenalkan dirinya dalam bahasa Latin, silahkan maju ke depan!

OOT: Maaf ngontrol 2 karakter dalam 1 post

"Saya!" Ucap Akuro seraya mengangkat tangannya. "Oke, silakan." Ucap Ito seraya mengangguk kecil. Akuro berjalan ke depan kelas, kemudian mulai memperkenalkan dirinya. "Salutat, nomen meum Akuro. Aetas mea 15, graders 0 intus MA." "Bagus, bagus, silakan duduk." Puji Ito seraya memerintah Akuro untuk duduk. Akuro mengangguk pelan, kemudian berjalan menuju bangkunya.

"Naaah...Siapa lagi yang mau?

"Ha...." Tersenyum sinis begitu guru berambut biru muda itu masuk ke dalam kelas. Membalik-balik halaman di buku kamus-nya, kemudian hanya menghela nafas, dan mengangkat tangan. "Ito-Senpai, lebih baik kita langsung menjurus pada pelajaran saja," Sarannya seraya tertawa kecil.

Setidaknya menyela seperti itu memang baik bukan,

Hah? Apa katanya barusan?

"Minori, bisakah kau bersopan-sopan sedikit, ini jam pelajaran." Tegur Ito. "..Ya sudahlah, kita menjurus ke pelajaran saja." Ucap Ito seraya mengenggam kapur papan tulis, setelah itu menuliskan 'Ego', 'vos', 'nos', 'illi', 'ille'. "Ego adalah aku, vos adalah kamu, nos adalah kami, illi adalah mereka, dan ille adalah dia. Catat itu" Perintah Ito.

Tiba-tiba datanglah seorang pemuda, dia bernama Ricky,, rambutnya basah masih blom kering habis mandi,, dia mengetuk pintu dan masuk ke kelas sambil membawa ransel hitam,,

Krieeeeeet,,,

" hai sensei maaf aku terlambat " ucapnya lalu mencari tempat duduk,,

"Eh, Ricky, kau terlambat 2 menit, silakan pilih tempat dudukmu kalau begitu. Jangan diulangi lagi," Nasihat Ito seraya memerintah Ricky untuk memilih bangkunya. Akuro menoleh ke arah remaja lelaki berambut blonde itu, dan tersenyum kecil. "Sudahlah, semuanya, kita lanjut ke pelajaran."

Current time: 07: 30

Ito melirik arlojinya, 07.30, dan tersenyum kecil. "Jam 08:00, waktunya istirahat" Gumamnya pelan sambil lanjut menjelaskan. "Semuanya, keluarkan buku tulis Latin, kita akan bermain"

Sesosok gadis berambut hitam mengkilap dan berhiaskan syal merah yang melingkar di lehernya berlari-lari di koridor sekolah. Ini sudah jam 07:30, sedangkan dia masih belum masuk kelas karena keteledoran adiknya. Menambah kecepatan larinya, dan akhirnya sampai di depan pintu kayu oak.

Tersenyum senang, kemudian membuka pintu itu. Ternyata, pelajaran yang sangat disukainya sudah dimulai, meninggalkannya. "Eemmm... Maaf, saya terlambat" Keluh Shitori sambil melepaskan syal merah-nya, dan duduk di belakang pemuda berambut coklat acak-acakan (Akuro).

Ricky mengangguk pelan lalu membuka buku paketnya. " baik sensei " jawabnya.

Pemuda itu mengambil buku tulisnya lalu membukanya dengan malas. " sensei kita mau main apa?" Ucapnya.

" Hmm ada yang terlambat lagi yah, yasudah segera pilih bangku kita akan belajar " Tegur Ito. Sapphire-nya berputar ke arah remaja lelaki berambut kuning ketuaan yang rambutnya masih basah, setelah itu menghela nafas panjang.



Menepuk tangannya. " Kita akan main mengartikan kata, maaf kalau permainan ini terlalu kekanakan " Jawabnya seraya berdehem.

" Jadi begini, kalian robek kertas dari buku kalian, stlah itu berikan kepada Ito-Senpai. Ito-Senpai akan menggulung kertas tersebut dan mengocoknya! Kemudian kalian ambil salah satu kertas yg tergulung, dan sebutkan artinya! Ingat yaa... Ini permainan Latin!" Jelas Ito sambil menuliskannya di papan tulis.

Mari berasumsi bahwa tidak terjadi masalah apa-apa pagi ini.

Raven kembali ke bangkunya saat sesosok wanita memasuki kelas dan mulai memperkenalkan diri dengan bahasa Latin. Di sebelah sana, pemuda yang tadi dipanggilnya 'ganteng' mulai memenuhi perintah sang guru untuk memperkenalkan diri. Oke, ini saat yang bagus untuk menunjukkan bahwa kemampuan berbahasanya tidak seburuk yang gadis berambut pendek kecoklatan itu kira. Namun sebuah kalimat yang sukses merusak rencananya lagi-lagi berasal dari si biang onar.

"—lebih baik kita langsung menjurus pada pelajaran saja."

Sh*t.

Baru saja Raven ingin menyela, tiba-tiba sang guru mulai menegur sang gadis bersurai coklat. Sedikit menyunggingkan bibir sembari membuka buku tulisnya; ada sedikit kekehan di sana ketika sang gadis menerima teguran. Jadi pengajarnya langsung turun tangan, itu adalah sesuatu yang cukup melegakan. Obsidiannya pun terfokus pada papan tulis, membiarkan karpusnya menari-nari di atas buku catatan. Not-not balok kecil berwarna keunguan menghiasi catatan itu, seolah-olah aksara tengah bersanding dengan manisnya nada.

Lalu sesuatu yang keluar dari mulut sang guru terdengar begitu mengejutkan.

Permainan kata, hem? Bukannya apa, tapi jujur saja itu seperti permainan anak SD. Namun sang gitaris muda tak berhak berkomentar apa-apa; dirinya hanya harus menuruti apa kata gurunya jika ingin lulus kelas ini.

Merobek pertengahan kertas buku tulisnya lalu bergerak maju menuju wanita yang tengah berada di depan kelas. "Ini, sensei, kertasnya."

"Ini, sensei, kertasnya."

" Oh, ohohohoho, kau memang anak yang baik, Raven, gracias " Ucap Ito seraya menuliskan sesuatu di dalam kertas yang dirobek-robeknya kecil-kecil, kemudian digulungnya. " Hanya 4 orang yang mengikuti permainan ini! Setelah memainkan permainan ini, kalian boleh memperkenalkan diri kalian dalam bahasa Latin, dan itu juga Ito-Senpai lakukan demi mengetahui seberapa hebatnya kemampuan Latin kalian, " Jelas Ito. "Oke, yang dipanggil maju ke depan! Akuro, Shitori, Ricky, dan Raven. Selain itu tidak boleh maju!" Perintah Ito.

Akuro maju ke depan, seraya membuka gulungan kertas. 'Ego'. "Aku." Jawab Akuro. "Oke, Akuro, gracias, kau boleh duduk" Perintah Ito.

Raven melangkah maju, ekspresinya tampak cerah sebelum gadis bersurai malam itu memilih salah satu gulungan kertas. Ada kesenangan dalam batin sang gitaris muda bahwa si gadis menyebalkan tidak dipilih untuk maju, seakan-akan hatinya bersorak 'YEAH!' sekuat tenaga. Pilihannya jatuh pada gulungan paling kanan, karena menurutnya yang berada di sebelah kanan adalah sesuatu yang baik. Membuka perlahan kertas itu, kurva kembarnya mulai membuka.

"Ille," Raven melempar tatapan sinis ke arah sosok gadis berambut coklat di sebelah sana, "dia."

Sedikit sibakan rambut sebelum kembali ke bangku. Heh—sedikit tebar pesona, bukan masalah kan?

Heh? Dia dipanggil, ya. Hm, oke, saatnya membuktikan kemampuan Latin miliknya.

Mengambil kertas di tengah, menampakkan tulisan illi. "Illi... Mereka" Jawab Shitori, tenang. Awalnya dia kira dia harus membaca Latin yang sulit sesulit-sulitnya, dan ternyata...

Hm, rupanya kemampuan Latin-nya dibawah rata-rata  

Pemuda itu dipanggil lalu maju ke depan kelas,, dia mengambil selembar kertas dan membaca isinya,,

" nos, kamu, " ucapnya,,

Pemuda berambut coklat ini berlari menyusuri koridor. Nafasnya terenggah-enggah seakan-akan baru saja melihat hantu, iris gold miliknya memutar-mutar ke segala arah, pupilnya mengecil. Melirik jam tangan-nya, jam 07:35. Sungguh hal yang menakutkan- dia telah terlambat 1 kali seumur hidupnya. Padahal dia masuk rekor 'Tak Pernah Telat Sejak Kelas I' di SD-nya dulu.

Nafasnya kembali normal ketika menoleh ke arah pintu oak raksasa di sebelah kirinya, tangannya yang masih bergetar dengan lambat meraih gagang pintu. Mendorongnya sekuat tenaga, dan menampakkan kelas yang sudah belajar sedari tadi. " Eemmppp..., maaf, aku terlambat. ". Keluhnya.

shitori wrote:

"Namamu, siapa?"

Secara refleks tersenyum kecil sambil mengalihkan tatapan ke arah gadis bersurai malam di sana. " Namaku.. Mizuro Yotsuki. Yaa.., itu namaku. ". Jawabnya sambil basa-basi sedikit. Tanpa ba-bi-bu lagi, mizuro langsung berjalan menjauh dari gadis itu. Tapi..., bagian susahnya adalah, gadis itu tetap menanyai mizuro XD.

shitori wrote:

"Ayo, cepat ambil bangkumu, pelajaran sudah dimulai sejak tadi"

Iris gold-nya secara refleks menghilang karena kelopak mata yang ditutup secara perlahan. Alis mengkerut, dan wajahnya berubah menjadi serius. " Eeggghh.., apa maksudmu??. Aku barusan saja mau mengambil bangku, kok... ". Ucap mizuro dengan sebal. Kakinya langsung melangkah cepat ke bangku kosong di belakang pemuda berambut biru yang tampangnya agak santai, kemudian bersiul sedemikian rupa.

Matanya melirik ke arah sosok yang baru saja masuk kelas. Memegang kepalanya. "Kenapa banyak sekali yang terlambat pagi ini," Keluhnya sambil menghela nafas panjang. "Oke! Untuk mengisi waktu sampai jam 08:00, kalian Ito-Senpai beri soal!. Soal yang ditulis di papan tulis, tolong dikerjakan. Boleh menyontek kamus!" Perintah Ito sambil menuliskan 5 kata-kata Latin.

Soal 1: Et nomen meum Ito*
Soal 2: Est studet optimum**
Soal 3: Fortes***
Soal 4: Noli contendere uana****
Soal 5: Complevit*****

OOT:

*: Namaku Ito
**: Dia adalah murid terbaik
***: Berhenti bertengkar
****: jangan bertengkar karena hal sepele
*****: Selesai.


Seringainya mulai menghiasi wajahnya, menatap 2 orang di sana yang sedang pasang muka gak seger.

Current time: 07:41.

Melirik arlojinya dengan lega, jam 07.41, dan sebentar lagi waktunya berganti pelajaran menjadi pelajaran matematika. Tinggal menghabiskan waktu 20-an menit. Sebelum itu, hal yang menarik perhatiannya dari tadi adalah, 2 murid itu.

Serius, kedua mata Hearte nggak bisa diajak kompromi. Apa deh kata guru yang terhormat di depan sana, demi bintang-bintang kepalanya seperti diberi sihir tidur. Kalau bukan karena ada guru yang sedang mengajar, Hearte lebih milih tidur saja--toh dia duduk di bangku paling belakang.

Menuruti perintah gurunya, gadis berambut pink itu mulai menulis soal yang tertera di papan tulis lalu menjawabnya sesuai kata hatinya. Dia malas, sungguh malas. Rasa kantuk mengalahkan segalanya, hampir saja, karena matanya masih terbuka walaupun sayu. Hearte jadi tidak peduli jawabannya benar atau tidak, yang penting dia mengerjakan.

Sungguh, biasanya dia tidak begini.

...ngantuk, mbakbro.

Memutuskan untuk maju ke depan kelas sesaat setelah menyelesaikan pekerjaannya, gadis berambut pink itu meletakkan pensil dan karet penghapusnya di atas meja. Hearte mengucek sebelah matanya, hal terbaik yang bisa dilakukannya untuk melepas rasa kantuk, meski itu bukanlah sesuatu yang dianjurkan untuk kesehatan mata. Hei, begini-begini dia calon dokter lho.

Entah apa yang ada di kepalanya sehingga menubruk gadis yang sedang berdiri di depannya. Alasan pertama dan satu-satunya: ngantuk--oke, itu bisa jadi. Kaget, dia langsung membulatkan matanya lalu membungkukkan kepala untuk meminta maaf. "A-Ah, je suis désolée, mademoiselle," ucapnya spontan, memeluk buku tulisnya erat. "Hearte nggak sengaja..."